Situbondo – Deru gong dan denting kendang memecah sore Kendit, Situbondo, Minggu (28/9/2025). Dua lelaki beradu cambuk rotan, kulit mereka berbelang merah, sementara ribuan pasang mata bersorak. Inilah Ojung, tradisi kuno Madura yang sejak abad ke-13 dipercaya sebagai doa kolektif untuk mendatangkan hujan.
Di Situbondo, ritual itu kini bertransformasi menjadi festival. Bupati Yusuf Rio Wahyu Prayogo, yang akrab disapa Mas Rio, membuka acara dengan pidato tentang pelestarian budaya di era modern. “Ojung bukan sekadar ritual hujan. Ia simbol ketangguhan dan solidaritas orang Situbondo,” katanya. Rio bahkan berjanji menggelar hajatan serupa dengan skala lebih besar di alun-alun kota.
Namun, di balik kemeriahan, makna spiritual tetap terasa. Sebelum cambuk pertama melayang, doa adat dipanjatkan. Gamelan dan gong mengiringi, menghadirkan nuansa sakral yang kontras dengan riuh teriakan penonton.
Taufik, 45 tahun, petani asal Curah Tatal, berdiri dengan punggung merah tergores rotan. Baginya, setiap cambukan adalah bentuk pengorbanan. “Tahun lalu setelah Ojung, hujan turun seminggu kemudian. Itu bukti doa kami sampai,” ujarnya.
Festival tahun ini mencatat lonjakan penonton hingga 30 persen. Warung-warung tiban menjajakan tape, rujak, hingga sate gule; ekonomi lokal pun menggeliat. Bagi warga seperti Sutini, 32 tahun, dari Panarukan, Ojung bukan sekadar tontonan. “Anak-anak saya bisa lihat sendiri warisan leluhur. Tidak hanya dengar cerita,” katanya.
Di tengah krisis iklim yang kian menekan petani Situbondo, Ojung seakan menemukan konteks baru: sebuah seruan agar pemerintah dan rakyat sama-sama bersujud, menanti kemurahan langit. Pemerintah Kabupaten berencana mengangkat Ojung ke panggung nasional, bahkan menyiapkan riset sejarah dan live streaming agar bisa ditonton lintas daerah.
Pertanyaannya, sanggupkah tradisi keras penuh luka ini bertahan di era digital tanpa kehilangan rohnya? Situbondo seperti sedang mempertaruhkan sesuatu yang lebih besar dari sekadar festival: warisan spiritual yang diwariskan sejak pembabat desa abad ke-13.