Suar.co - Momentum bersejarah Muktamar ke-IX pada 24 April 1934 M atau bertepatan dengan 10 Muharram 1353 H di Banyuwangi, Jawa Timur, menjadi tonggak penting kelahiran Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor). Organisasi ini lahir dengan membawa semangat perjuangan, nasionalisme, pembebasan, serta epos kepahlawanan yang begitu kuat. Kelahiran GP Ansor tak lepas dari semangat kepeloporan pemuda pasca Sumpah Pemuda 1928—yang menjiwai gerakan kebangsaan, kerakyatan, dan keagamaan.
Jejak sejarah perjuangan Laskar Hizbullah, Barisan Kepanduan Ansor, hingga Banser (Barisan Serbaguna), menjadi bagian tak terpisahkan dari narasi heroik GP Ansor. Kiprah mereka telah mewarnai berbagai peristiwa penting dalam sejarah bangsa—mulai dari perjuangan melawan penjajahan hingga penumpasan pemberontakan G30S/PKI. Di setiap momen krusial, Ansor tampil sebagai garda terdepan, membuktikan kontribusi nyata dalam menjaga keutuhan dan kedaulatan negara.
Di Kabupaten Situbondo, GP Ansor menunjukkan konsistensinya sebagai organisasi pemuda Nahdlatul Ulama yang mampu memainkan peran strategis dan signifikan dalam dinamika sosial masyarakat. Tidak hanya mempertahankan eksistensinya, GP Ansor juga menjadi motor penggerak dalam mempercepat mobilitas sosial, politik, dan budaya di kalangan pemuda Nahdliyin. Kiprah para kadernya membuktikan kualitas kepemimpinan dan keanggotaan yang terus berkembang dari masa ke masa.
GP Ansor Situbondo tetap teguh hadir dalam setiap episode sejarah daerah. Ia tak sekadar bertahan, tetapi terus meneguhkan peran strategisnya di tengah perubahan zaman dan dinamika kepemimpinan lokal. Dari generasi ke generasi, jejak perjuangan dan kepemimpinan GP Ansor Situbondo menjadi bagian penting dari sejarah sosial-politik umat dan bangsa.
H. ANWAR NURIS
Ketua PC GP Ansor Situbondo Periode
1957–1962
Alamat: Gg 7 Paraaman Selatan, Dawuhan, Situbondo
Jejak Perjuangannya
Pada masa kepemimpinan Orde Lama, kondisi GP Ansor di wilayah yang saat itu dikenal sebagai Kabupaten Panarukan masih dalam fase awal perkembangan—landai dan belum terlalu dinamis. Namun di tengah situasi tersebut, muncullah sosok kader visioner dan cerdas: H. Anwar Nuris.
Tak hanya aktif dalam organisasi kepemudaan, H. Anwar Nuris juga dikenal luas sebagai seorang wartawan ulung pada masanya. Kecakapannya dalam dunia jurnalistik menarik perhatian tokoh nasional, termasuk Ketua Umum PBNU saat itu, KH. Idham Chalid. Atas restu KHR. As'ad Syamsul Arifin, ia pun diminta pindah ke Jakarta untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai wartawan yang membawa suara umat dan organisasi.
Kiprahnya tak berhenti di dunia pers. Ia kemudian terjun ke dunia politik dan mencatatkan sejarah sebagai anggota DPR RI, mewakili Partai NU dan kemudian Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Jejak perjuangan H. Anwar Nuris menjadi bukti bahwa kader GP Ansor tidak hanya mampu berkiprah di tingkat lokal, tetapi juga memberi kontribusi besar di tingkat nasional, baik dalam bidang informasi maupun politik kebangsaan. Kepemimpinannya di PC GP Ansor Situbondo meninggalkan warisan penting: keteladanan intelektual, loyalitas organisasi, dan semangat perjuangan lintas bidang.
Ketua PC GP Ansor Situbondo Periode
1962–1972
Alamat: Jl. Wijaya Kusuma Gg 10, Kelurahan Dawuhan, Situbondo
Jejak Perjuangannya
Dawi Riyadi adalah sosok kader unggulan GP Ansor yang tampil menonjol di tengah situasi nasional dan lokal yang penuh gejolak. Masa kepemimpinannya berlangsung di era yang sarat tantangan—baik dari sisi kesehatan masyarakat maupun dinamika politik nasional.
Di tengah wabah penyakit cacar yang melanda Kabupaten Situbondo, Dawi Riyadi menunjukkan kepemimpinan kolaboratif. Di bawah arahannya, GP Ansor aktif menjalin kerja sama dengan Dinas Kesehatan dan berbagai organisasi kepemudaan seperti Pemuda Rakyat, Pemuda Marhaenis, Pemuda Muhammadiyah, dan lainnya. Bersama-sama, mereka turun langsung ke desa-desa untuk melakukan upaya pencegahan dan edukasi kepada masyarakat demi menekan penyebaran penyakit menular tersebut.
Tidak hanya itu, di saat tragedi nasional Gerakan 30 September (G30S) 1965 mengguncang Jakarta dan sekitarnya, GP Ansor Situbondo di bawah komando Dawi Riyadi bergerak cepat. Bersama Kodim 0823 Situbondo, Ansor turun tangan langsung menumpas sisa-sisa gerakan tersebut hingga ke akar-akarnya, menunjukkan loyalitas dan kesetiaan terhadap Pancasila serta keutuhan bangsa.
Selain aktif di organisasi, Dawi Riyadi juga mencatatkan kiprah politik yang tidak kalah penting. Ia terpilih sebagai anggota DPRD Situbondo dari Partai Nahdlatul Ulama dalam Pemilu 1971 dan menjabat hingga tahun 1977. Ia juga dipercaya menjadi Sekretaris PCNU Situbondo pada masa khidmat 1969–1973.
Kepemimpinan Dawi Riyadi menjadi salah satu periode penting dalam sejarah GP Ansor Situbondo, yang tidak hanya berperan dalam pembangunan sosial-keagamaan, tetapi juga berada di garis depan saat bangsa menghadapi ancaman nyata.
Ketua PC GP Ansor Situbondo Periode 1970–1980
Alamat: Kelurahan Mimbaan, Kecamatan Panji, Situbondo
Jejak Perjuangannya
Kepemimpinan Ansor Rasidi di tubuh PC GP Ansor Situbondo berlangsung di tengah masa-masa yang penuh tantangan. Situasi politik nasional yang tidak stabil, ditambah dinamika politik daerah yang turut bergejolak, memberikan dampak signifikan terhadap eksistensi dan perkembangan organisasi pemuda Nahdlatul Ulama di Situbondo. Pada masa ini, organisasi sempat mengalami pasang surut—kembang kempis dalam geliat aktivitasnya.
Namun, di tengah tekanan dan krisis tersebut, semangat kepanduan, militansi, dan loyalitas kader justru teruji. Di bawah kepemimpinan Ansor Rasidi, muncul inisiatif untuk memperkuat citra dan eksistensi GP Ansor Situbondo melalui pembentukan Banser Jokotole—barisan khusus yang menjadi simbol kekuatan dan kebanggaan organisasi.
Banser Jokotole tampil sebagai representasi wajah baru GP Ansor Situbondo yang progresif dan tegas. Mereka rutin melakukan show of force sebagai wujud kesiapsiagaan dan kekompakan kader, sekaligus untuk menunjukkan kepada publik bahwa Ansor tetap hadir dan solid di tengah situasi sulit.
Salah satu kekuatan khas Banser Jokotole pada masa itu adalah keterampilannya dalam unit Drum Band, yang bukan hanya menjadi daya tarik visual dalam setiap apel dan pawai, tetapi juga menjadi simbol disiplin, kebanggaan, dan identitas organisasi. Keberadaan mereka turut memicu semangat kaderisasi dan menyuntikkan energi baru ke dalam tubuh Ansor.
Ansor Rasidi menjadi figur pemimpin yang mampu mempertahankan marwah organisasi dalam badai ketidakpastian. Ia tidak hanya menjaga keberlangsungan organisasi, tetapi juga meninggalkan warisan semangat perjuangan yang membekas dalam sejarah GP Ansor Situbondo.
Ketua PC GP Ansor Situbondo Periode
1980–1990
Alamat: Jl. Bukit Putih, Kelurahan Ardirejo, Kecamatan Panji, Situbondo
Jejak Perjuangannya
Masa kepemimpinan H. Abdullah Kamil berada dalam bayang-bayang kuat rezim Orde Baru (Orba), di mana ruang gerak organisasi-organisasi kepemudaan berbasis keagamaan seperti GP Ansor sangat terbatas. Dalam kondisi serba tertekan tersebut, aktivitas Ansor tidak bisa dilakukan secara bebas, namun semangat konsolidasi dan kaderisasi tidak pernah padam.
H. Abdullah Kamil adalah sosok yang dikenal konsisten dan gigih dalam menjaga eksistensi organisasi. Ia mampu merawat semangat perjuangan dan menjaga kesinambungan organisasi di tengah situasi yang tak menentu. Konsolidasi internal antar pengurus tetap dijalankan secara rapi, meski berada dalam keterbatasan ruang politik.
Salah satu warisan penting dari kepemimpinan H. Abdullah Kamil adalah upaya penguatan kapasitas kader melalui pelatihan kepemimpinan dan kewirausahaan (entrepreneurship). Latar belakangnya sebagai pengusaha sukses dan mandiri sejak muda sangat memengaruhi orientasi gerakan Ansor di masanya. Ia tidak hanya menanamkan semangat perjuangan ideologis, tetapi juga membangun kemandirian ekonomi organisasi dan kader.
Di bawah kepemimpinannya, GP Ansor Situbondo dikenal sebagai organisasi yang mandiri secara struktural dan fungsional, serta memiliki kader-kader yang dibekali keterampilan kepemimpinan dan kemampuan wirausaha. Ini menjadi salah satu fondasi penting dalam menyiapkan kader Ansor yang tidak hanya militan secara ideologis, tetapi juga siap secara ekonomi dan sosial.
H. Abdullah Kamil menegaskan bahwa keberlanjutan organisasi tidak hanya ditopang oleh loyalitas, tetapi juga oleh kemampuan bertahan secara mandiri. Kepemimpinannya menjadi jembatan antara keterbatasan dan pembaharuan di tubuh GP Ansor Situbondo.
Ketua PC GP Ansor Situbondo Periode
1990–1994
Alamat: Lawang, Kabupaten Malang
Jejak Perjuangannya
Pada periode 1990 hingga 1994, pucuk kepemimpinan PC GP Ansor Situbondo dipercayakan kepada seorang tokoh kharismatik berdarah dzurriyah Rasulullah, Drs. H. Habib Taha Umar Al Muhdhar. Sosoknya dikenal luas sebagai intelektual muda NU yang aktif dalam berbagai lini gerakan pemuda dan mahasiswa.
Namun, masa kepemimpinan Habib Taha tidaklah mudah. Ia dihadapkan pada tantangan internal yang cukup kompleks, karena secara bersamaan juga mendapat amanah sebagai Ketua PC PMII Situbondo—organisasi mahasiswa NU yang saat itu baru pertama kali berdiri di kabupaten tersebut. Dualisme tanggung jawab ini membuat konsentrasi dan energi organisasi GP Ansor sedikit terpecah, terutama dalam hal penguatan struktur dan kaderisasi internal.
Meski demikian, Habib Taha tetap mampu menjaga keseimbangan antara dua amanah besar tersebut. Ia memainkan peran strategis dalam menggerakkan GP Ansor, terutama dalam bidang hubungan eksternal dan kontribusi sosial-politik.
Salah satu pencapaian penting di bawah kepemimpinannya adalah keterlibatan aktif GP Ansor Situbondo dalam pelaksanaan Musyawarah Daerah (Musda) Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI). Dalam forum tersebut, Ansor berhasil mendorong dan memenangkan kader internalnya, Drs. Achmad, sebagai Ketua KNPI Situbondo. Pencapaian ini diapresiasi langsung oleh Bupati Soedariyanto dan unsur Muspida saat itu, yang menilai Ansor telah berkontribusi nyata dalam pembangunan dan dinamika kepemudaan daerah.
Kiprah Habib Taha menegaskan bahwa meski dalam tekanan dan beban ganda, seorang pemimpin Ansor tetap mampu menunjukkan kapasitas dan komitmen terhadap kemajuan organisasi. Periode kepemimpinannya menjadi catatan penting bahwa GP Ansor dapat tetap relevan dan produktif meski berada dalam situasi internal yang menantang.
Ketua PC GP Ansor Situbondo Periode
1994–1999
Alamat: Desa Bugeman, Kecamatan Kendit, Situbondo
Jejak Perjuangannya
Masa kepemimpinan Drs. Munigi Edi Prayitno, M.Si, yang akrab disapa Sahabat Munigi, menandai periode penting dalam sejarah GP Ansor Situbondo, dengan dinamika organisasi yang relatif stabil namun sarat prestasi. Selama memimpin dari tahun 1994 hingga 1999, ia berhasil mengonsolidasikan kader secara efektif, membangun hubungan yang solid antaranggota, dan memperluas peran sosial GP Ansor di tengah masyarakat.
Salah satu momen monumental di masa kepemimpinannya adalah penyelenggaraan pengajian akbar di depan Gedung NU dan di area Terminal Situbondo. Acara ini menjadi istimewa karena menghadirkan Raja Dangdut Indonesia, Rhoma Irama, bersama Soneta Group di atas podium lantai 2 Gedung NU. Tak hanya sebagai hiburan spiritual, kegiatan ini juga dimanfaatkan untuk menggalang aksi amal, demi mendukung penyelesaian pembangunan Gedung NU di Jalan Madura No. 79, Situbondo.
Puncak kiprah Sahabat Munigi terjadi pada tahun 1998, ketika badai krisis politik dan ekonomi mengguncang Indonesia. Saat gelombang tuntutan reformasi menggema di seluruh penjuru negeri, GP Ansor Situbondo turut ambil bagian bersama elemen masyarakat lainnya dalam aksi-aksi demonstrasi damai, mendesak tumbangnya rezim Orde Baru. Keberanian dan keberpihakan Ansor terhadap aspirasi rakyat menunjukkan keberadaan organisasi sebagai bagian dari kekuatan moral dan sosial bangsa.
Atas peran dan dedikasinya, Munigi Edi Prayitno menjadi Ketua Ansor pertama yang berhasil melenggang ke kursi DPRD Kabupaten Situbondo (Kenanga 01) melalui Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dalam Pemilu 1999. Ia bahkan dipercaya menjabat selama dua periode berturut-turut, menunjukkan kapasitasnya tidak hanya sebagai pemimpin organisasi, tetapi juga tokoh politik yang mewakili aspirasi umat dan masyarakat bawah.
Kepemimpinan Sahabat Munigi menjadi tonggak penting bahwa GP Ansor Situbondo mampu menjawab tantangan zaman dengan bijak—menggabungkan kekuatan kultural, spiritual, dan politik dalam satu tarikan perjuangan.
Ketua PC GP Ansor Situbondo Periode
2000–2010
Alamat: Dusun Langai, Desa Sumberkolak, Kecamatan Panarukan, Situbondo
Jejak Perjuangannya
Memasuki era awal reformasi, suasana sosial-politik Indonesia dipenuhi oleh euforia kebebasan dan semangat perubahan. Dalam konteks inilah, H. Syaiful Bari, S.Sos, MM dipercaya memimpin PC GP Ansor Situbondo selama satu dekade, yakni dari tahun 2000 hingga 2010. Kepemimpinannya hadir di saat penting: ketika ruang demokrasi semakin terbuka dan peran organisasi masyarakat kembali mendapat tempat dalam kehidupan publik.
Sebagai kader tulen IPNU dan seorang Aparatur Sipil Negara (ASN), kehadiran H. Syaiful Bari membawa angin segar dalam tubuh GP Ansor Situbondo. Di bawah kepemimpinannya, semakin banyak ASN yang bergabung dan berpartisipasi aktif dalam gerakan Ansor, baik sebagai pengurus maupun anggota. Ini menunjukkan keberhasilan Ansor menarik simpati dari kalangan birokrasi sekaligus memperluas basis pengaruhnya di pemerintahan daerah.
Salah satu pencapaian mencolok pada masanya adalah pembentukan Banser secara besar-besaran. Dengan semangat militan dan semangat kaderisasi tinggi, Banser Situbondo melakukan berbagai Show of Force, terutama dalam mendukung kegiatan-kegiatan besar Nahdlatul Ulama. Penampilan mereka dalam berbagai apel kebangsaan dan kegiatan keagamaan menjadi bukti nyata kebangkitan kekuatan kultural-keamanan organisasi.
Tak hanya itu, H. Syaiful Bari juga mengintensifkan konsolidasi internal melalui berbagai kegiatan seperti seminar, pelatihan kepemimpinan, dan kaderisasi berjenjang. Ansor pada masa ini tumbuh sebagai organisasi yang dinamis, responsif terhadap isu-isu sosial, dan terorganisir dengan baik.
Pemerintah daerah, khususnya di bawah kepemimpinan Bupati H. Achmad Junaidi Diaman, memberikan perhatian khusus terhadap aktivitas Ansor. Hubungan baik ini menjadi modal penting bagi pengembangan program-program keumatan dan sosial Ansor di Situbondo.
Kepemimpinan H. Syaiful Bari menandai periode penguatan kelembagaan dan pelebaran jejaring sosial-politik GP Ansor Situbondo. Ia menjadi simbol konsistensi dan keberhasilan membangun organisasi di tengah era transisi politik yang sarat perubahan.
Ketua PC GP Ansor Situbondo Periode
2010–2015
Alamat: Kelurahan Mimbaan, Kecamatan Panji, Situbondo
Jejak Perjuangannya
Masa kepemimpinan Sahabat Badrus Saleh, SH menandai babak penting dalam sejarah GP Ansor Situbondo sebagai periode transisi dan konsolidasi internal. Saat ia didaulat menjadi ketua pada tahun 2010, kondisi organisasi tengah menghadapi tantangan serius berupa konflik internal antar kader. Namun, melalui pendekatan bijak, kegigihan pribadi, dan arahan dari para kiai serta senior seperti Almagfurlah KH Ahmad Sufyan Miftahul Arifin, Badrus Saleh mampu menyatukan kembali elemen-elemen yang sempat terpecah.
Salah satu langkah strategis yang diambilnya adalah merangkul kader dari berbagai latar belakang pesantren dan elemen kepemudaan NU, untuk kemudian diberi ruang dalam struktur kepengurusan. Pendekatan ini menjadi pondasi penting dalam menghidupkan kembali spirit kolektif GP Ansor Situbondo.
Kepemimpinannya juga dikenal dengan program penataan struktural organisasi secara menyeluruh, dimulai dari tingkat Pimpinan Anak Cabang (PAC) hingga ke ranting-ranting desa. Proses penyegaran kepengurusan ini dilakukan secara sistematis, demi menjamin jalannya organisasi yang lebih solid dan terukur.
Tak berhenti di situ, di bawah komando Sahabat Badrus, PC GP Ansor Situbondo sukses menyelenggarakan Pelatihan Kepemimpinan Dasar (PKD) yang mampu mencetak ratusan kader baru. Regenerasi kader menjadi prioritas penting untuk menjamin kesinambungan gerakan dan ideologi organisasi.
Di masa ini pula, kader-kader Ansor mulai menempati posisi strategis di berbagai level pemerintahan, baik di tingkat kecamatan hingga desa. Ini menunjukkan keberhasilan kaderisasi dan penguatan peran Ansor dalam ruang publik. Badrus sendiri dipercaya sebagai anggota Komisioner KPU Situbondo, sebuah posisi yang memperkuat legitimasi kader Ansor dalam ranah demokrasi formal.
Satu terobosan penting lainnya adalah pembentukan Rijalul Ansor, sebuah badan semi otonom yang fokus pada internalisasi ideologi Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) serta penguatan amaliyah NU di kalangan kader muda. Langkah ini menjadi upaya penting dalam menjaga jati diri ideologis GP Ansor di tengah derasnya arus zaman.
Kepemimpinan Badrus Saleh mencerminkan kemampuan membangun organisasi dari krisis menuju soliditas. Ia meninggalkan warisan berupa struktur yang kuat, kader yang militan, serta orientasi ideologis yang terjaga.
Ketua PC GP Ansor Situbondo Periode
2015–2019 dan 2020–Sekarang
Alamat: Kelurahan Patokan, Kecamatan Situbondo
Jejak Perjuangannya
Setelah berakhirnya masa kepemimpinan Sahabat Badrus Saleh pada tahun 2015, PC GP Ansor Situbondo melangsungkan Konferensi Cabang yang melahirkan pemimpin baru: Sahabat Yogie Kripsian Sah, S.STP, M.Si. Sosok muda, visioner, dan energik ini dipercaya memimpin organisasi selama dua periode berturut-turut.
Pada periode pertamanya (2015–2019), Sahabat Yogie menaruh fokus besar pada peningkatan kualitas kader melalui kaderisasi berjenjang dan penguatan akreditasi organisasi. Ia berhasil menghidupkan kembali struktur organisasi mulai dari tingkat PAC hingga Ranting, menjadikan Ansor Situbondo semakin solid secara struktural dan sistemik.
Hubungan harmonis dengan pemerintah daerah menjadi salah satu kekuatan di masa itu. Terbukti pada peringatan Hari Santri Nasional pertama tahun 2016, GP Ansor dipercaya sebagai pemimpin utama kegiatan kolaboratif antara birokrasi dan berbagai ormas Islam di Situbondo. Keberhasilannya juga terlihat dalam mobilisasi massa pada kegiatan Ansor-Banser Bershalawat, yang mengumpulkan lebih dari 1.500 kader Banser bersama KHR. Moh. Kholil As'ad di Alun-Alun Situbondo—menjadi bukti nyata kekuatan massa, spiritualitas, dan sinergi sosial.
Memasuki periode kedua (2020–sekarang), tantangan yang dihadapi menjadi jauh lebih kompleks. Ansor tidak lagi hanya berfokus pada penataan internal, tetapi juga dituntut bertransformasi di era digital dan revolusi industri 4.0. Sahabat Yogie mendorong agar kader Ansor mampu menjadi “modal sosial milenial” yang mandiri, sejahtera, dan siap mengisi ruang-ruang strategis di tengah derasnya arus digitalisasi.
Meski dihadapkan pada minimnya dukungan dari pemerintah daerah, Ansor Situbondo tetap berkomitmen menjalankan kaderisasi dan akreditasi secara masif, organik, dan sistematik. Pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia pada periode ini juga menjadi tantangan besar. Aktivitas organisasi terbatasi oleh kebijakan social distancing dan protokol kesehatan, namun Ansor tetap beradaptasi dengan kebiasaan baru, memaksimalkan peran digital, dan mempertahankan keberlanjutan kaderisasi.
Di bawah kepemimpinan Sahabat Yogie, GP Ansor Situbondo telah membuktikan diri sebagai organisasi pemuda yang adaptif, progresif, dan kontekstual. Ia tidak hanya meneruskan tradisi keulamaan dan militansi, tetapi juga menyuntikkan semangat baru: Ansor sebagai kekuatan milenial yang siap menghadapi masa depan.
Ketua PC GP Ansor Situbondo Periode
2025–2030
Alamat: Desa Sumberkolak, Kecamatan Panarukan, Situbondo
Jejak Perjuangannya
Pada Konferensi Cabang ke-XII GP Ansor Situbondo tahun 2025 yang digelar di Pondok Pesantren Sumber Bunga, tongkat estafet kepemimpinan organisasi diserahkan kepada Johantono, S.Pd—seorang tokoh muda progresif dengan rekam jejak panjang dalam dunia pergerakan dan politik. Terpilih sebagai Ketua PC GP Ansor Situbondo, Johantono berkomitmen untuk melanjutkan perjuangan para pendahulunya sekaligus membawa Ansor menuju arah yang lebih nyata dan berdampak.
Sebagai mantan aktivis PMII Situbondo, Johantono dikenal sebagai sosok kader yang matang secara ideologis dan berpengalaman secara organisatoris. Pengabdiannya di dunia politik pun tidak diragukan, terbukti dengan pengalaman dua periode sebagai anggota DPRD Situbondo dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Hal ini menjadikannya figur yang memiliki jejaring kuat, baik di lingkungan Nahdliyin maupun pemerintahan.
Di bawah kepemimpinannya, Johantono menunjukkan komitmen tinggi untuk melakukan aksi nyata dan terukur dalam pembangunan organisasi. Salah satu prioritas utamanya adalah memperkuat hubungan kemitraan dengan Pemerintah Daerah dan para stakeholder strategis lainnya. Sinergitas ini menjadi pondasi penting dalam mendorong gerakan Ansor agar memiliki peran konkret dalam pembangunan daerah.
Visinya tegas: menjadikan GP Ansor sebagai katalisator kemajuan sosial dan keumatan, serta ikut mewujudkan Situbondo yang "naik kelas"—tidak hanya dalam infrastruktur fisik, tetapi juga dalam kualitas sumber daya manusia dan nilai-nilai spiritualitas ke-NU-an.
Dengan kepemimpinan yang enerjik, pengalaman organisasi yang matang, dan kekuatan jejaring politik yang luas, Johantono menjadi harapan baru bagi GP Ansor Situbondo untuk melangkah lebih berani, lebih berdampak, dan lebih relevan di era yang penuh tantangan ini.
Penulis: Fathullah Uday